NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS PENERIMA PROTOKOL DALAM HAL TERJADI PELANGGARAN AKTA NOTARIS OLEH NOTARIS PEMBERI PROTOKOL YANG TELAH MENINGGAL Melita Trisnawati, Suteki Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro melita@gmail.com Abstract The notary public as the general official has the authority to make authentic deed in accordance with the norms, the values and the provisions of the applicable legislation so that the law can work in the community. Every deed made by a notary must stored in a notary protocol, and the protocol shall be transferred in the event of a notary passing away. But the problem is when a notary has passed away and his protocol is transferred to another notary, then a dispute arises related to the deed. Notary recipient of the protocol will still be called for questioning if there is a problem related to the protocol that is in his control, because it is one of the responsibility of the recipient of notary protocol. This is where the role of MKN appears to provide protection in the form of inspection or investigation permits by the authorities. And the role of MPD and INI in preventing the occurrence of violations in the deed by the notary in the form of guidance to all members of the notary. Keywords : Notary Protocol, Original Of The Deed, Legal Protection Abstrak Pada hakekatnya notaris sebagai pejabat umum memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik sesuai dengan norma-norma, nilai-nilai dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga hukum dapat bekerja dalam masyarakat.. Setiap akta yang dibuat oleh notaris wajib disimpan dalam protokol notaris, dan protokol wajib dialihkan dalam hal notaris meninggal dunia. Namun yang menjadi persoalan adalah ketika seorang notaris telah meninggal dunia dan protokolnya dialihkan kepada notaris lain, kemudian muncul sengketa yang berkaitan dengan akta tersebut. Notaris penerima protokol tetap akan dipanggil untuk diminta keterangan apabila terdapat permasalahan terkait protokol yang ada dalam penguasaannya, karena merupakan salahsatu tanggungjawab penerima protokol notaris. Disinilah muncul peranan MKN untuk memberikan perlindungan berupa ijin pemeriksaan ataupun penyidikan oleh pihak yang berwenang. Serta adanya peranan MPD dan INI dalam mencegah terjadinya pelanggaran dalam pembuatan akta oleh notaris berupa pengayoman kepada seluruh anggota notaris. Kata kunci : Protokol Notaris, Minuta Akta Notaris, Perlindungan Hukum A. Pendahuluan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) mendefinisikan “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”. Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu 23 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 peristiwa dan ditandatangani pihak yang membuatnya. Dalam Pasal 1 angka 7 UUJN disebutkan “Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UndangUndang ini.” Suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak beserta seluruh ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari para pihak. Sehingga apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi. Suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan-persyaratan bahwa akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang mana pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. Adapun kewenangan notaris selain membuat akta terdapat pada Pasal 15 UndangUndang Jabatan Notaris. Kewenangan notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN, yang dapat dibagi menjadi (Habib Adjie, 2008) Kewenangan Umum Notaris, Kewenangan Khusus Notaris, dan Kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian. Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris yaitu membuat akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris dengan batasan sepanjang tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang, menyangkut akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum untuk dibuat atau dikehendaki oleh yang bersangkutan, serta mengenai kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk kepentingan siapa suatu akta itu dibuat. Berdasarkan wewenang tersebut dalam Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, wewenang notaris dalam tugas jabatannya membuat keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. Serta akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada pihak yang menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka pihak yang menyatakan tidak benar wajib membuktikan pernyataannya sesuai dengan hukum yang berlaku. 24 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 Dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris, notaris juga memiliki kewajiban. Salahsatunya dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN, yaitu: membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris. “Membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris” dilanjutkan dengan huruf g mengenai penjilidan akta-akta tersebut, huruf i mengenai daftar akta berkenaan dengan wasiat, serta pencatatan repertoriumnya. Pengertian protokol notaris dalam Pasal 1 angka 13 UUJN: “Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Pasal ini menjelaskan protokol notaris adalah semua kelengkapan yang harus dilengkapi dan dimiliki dalam menjalankan jabatan notaris. Pasal 58 sampai 65 UUJN membahas lebih lanjut mengenai pembuatan, penyimpanan dan penyerahan protokol notaris. Pasal 62 UUJN menyebutkan bahwa protokol notaris harus diserahkan dalam beberapa situasi, antara lain dalam hal notaris meninggal dunia. Setelah jangka waktu tertentu, protokol notaris tersebut harus diserahkan kepada pemerintah, dalam hal ini Majelis Pengawas Daerah sesuai dengan ketentuan Pasal 63 UUJN. Protokol notaris diserahkan untuk menjaga kerahasiaan isi akta dan eksistensinya, sehingga apabila suatu saat dibutuhkan guna suatu keperluan dapat mudah dicari dan ditemukan aktanya. Berdasarkan Pasal 64 ayat (1) UUJN, Majelis Pengawas Daerah menunjuk notaris yang menerima protokol notaris. Notaris yang menerima protokol berwenang untuk mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta sesuai dengan Pasal 64 ayat (2) UUJN, serta memiliki tanggung jawab untuk menyimpan protokol dengan baik. Dengan adanya peralihan protokol tersebut, muncul kemungkinan akan timbulnya gugatan atau permasalahan berkaitan dengan akta protokol notaris. Sehingga diperlukan perlindungan hukum terhadap notaris penerima protokol, maka dari itu penulis akan membahas permasalahan tersebut dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Penerima Protokol Dalam Hal Terjadi Pelanggaran Akta Notaris Oleh Notaris Pemberi Protokol Yang Telah Meninggal Dunia”. Berdasarkan latar belakang ini, permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai bagaimana kewajiban dan tanggung jawab notaris penerima protokol atas protokol notaris yang diberikan kepadanya serta mengenai perlindungan hukum terhadap notaris penerima protokol dalam hal terjadi pelanggaran atas akta yang disimpannya ketika notaris pemberi protokol telah meninggal dunia. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tanggung jawab notaris penerima protokol atas protokol notaris yang diberikan kepadaanya 25 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 serta mengetahui perlindungan hukum terhadap notaris penerima protokol dalam hal terjadi pelanggaran atas akta yang disimpannya ketika notaris pemberi protokol telah meninggal dunia. Penulisan ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoretis yaitu sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan di bidang kenotariatan terkait tanggung jawab notaris penerima protokol dan perlindungan hukum dalam hal terjadi gugatan atas akta yang disimpannya juga sebagai bahan referensi bagi kepentingan akademis sebagai bahan tambahan kepustakaan bagi pengembangan ilmu hukum. Serta memiliki kegunaan praktis yang dapat memberi manfaat bagi peneliti maupun praktisi hukum dalam memahami hukum kenotariatan dan memberi sumbangan pemikiran bagi notaris dalam hal protokol notaris yang ada dalam penyimpanannya. B. Metode Penelitian Soerjono Soekanto memberikan definisi sebagai berikut: “Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu bertujuan untuk mempelajari suatu atau beberapa masalah hukum tertentu dengan jalan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam gejala-gejala yang bersangkutan.”(Soekanto, 1986) Untuk memenuhi syarat keilmuan, suatu penelitian harus berpedoman pada metode penelitian. Metode penelitian merupakan penelitian yang menyajikan bagaimana cara atau langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan logis sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, oleh sebab itu metode penelitian memegang peranan penting dalam kegiatan penelitian dan penyusunan suatu karya ilmiah, dengan metode penelitian akan terlihat jelas bagaimana suatu penelitian itu dilakukan.(Suratman dan Phillips Dillah, 2014) Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan socio-legal research. (Soekanto, 1986) Penelitian hukum yang didasarkan pada penelitian lapangan atau penelitian data primer untuk memahami gejala-gejala hukum yang mencakup pelaksanaan asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, peraturan perundang-undangan berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap notaris penerima protokol dalam hal terjadi pelanggaran akta notaris oleh notaris pemberi protokol yang telah meninggal dunia. Teknik Pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Dalam pengumpulan data ini dapat diperoleh dari hasil 26 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 observasi, wawancara, dokumentasi dan gabungan/triangulasi.(Sugiyono, 2009) Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini disesuaikan dengan jenis data yang dibutuhkan, dimana teknik pengumpulan data itu sendiri mengandung makna sebagai upaya pengumpulan data dengan menggunakan alat pengumpul data tertentu. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara observasi, dokumentasi dan wawancara. Menurut Sugiyono, observasi yaitu pengamatan yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis terhadap aktivitas individu atau objek lain yang diselidiki.1 Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu2, sedangkan wawancara adalah tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber untuk memperoleh data, keterangan, atau pendapat tentang suatu hal.3 Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui pengaturan data secara logis dan sistematis, analisis juga dilakukan sejak awal peneliti terjun ke lapangan hingga pada akhir penelitian. (Rulam Ahmadi, 229AD)Untuk itu, perlu mempersiapkan data atau informasi tersebut untuk dianalisis lebih mendalam dengan memanfaatkan teori-teori dari para pakar, serta membuat interpretasi makna yang lebih luas dan selanjutnya hasil analisis tersebut dituangkan/disajikan ke dalam penulisan karya ilmiah ini. Analisis data dengan pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Analisis kualitatif adalah konstruksivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh individu. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan. C. Hasil dan Pembahasan Notaris sebagai pejabat umum memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik bagi yang memerlukan. Akta otentik yang dibuatnya merupakan akta yang berkekuatan hukum dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak beserta seluruh ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari para pihak. Sehingga apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi. 1 Sugiyono, Op.Cit., hlm.225 Sugiyono, Op.Cit., hlm.227 3 Sugiyono, Op.Cit., hlm.228 2 27 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 Setiap akta yang dibuat oleh notaris wajib disimpan dalam protokol notaris berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN. Pasal tersebut menyebutkan bahwa salahsatu kewajiban seorang notaris adalah “membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris”. Protokol Notaris merupakan kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Protokol notaris ini adalah semua kelengkapan yang harus dilengkapi dan dimiliki dalam menjalankan jabatan notaris. Kewajiban notaris dalam bidang administrasi adalah menyimpan dan memelihara segala dokumen termasuk diantaranya kumpulan akta dan berbagai dokumen lainnya yang biasa dikenal dengan protokol notaris. Protokol notaris merupakan salah satu arsip negara, maka dari itu protokol notaris harus diperlakukan layaknya dokumen negara yang harus disimpan dan dijaga agar tetap otentik. Dengan demikian protokol notaris sebagai kumpulan dokumen harus selalu disimpan dan dipelihara dalam keadaan apapun meskipun notaris pemilik protokol tengah cuti maupun meninggal dunia. UUJN mengatur mengenai pembuatan, penyimpanan dan penyerahan protokol notaris. Ketentuan UUJN menyebutkan bahwa protokol notaris harus dialihkan dalam keadaankeadaan tertentu, salahsatunya ketika seorang notaris meninggal dunia. Notaris yang meninggal dunia, berdasarkan Pasal 35 UUJN, maka keluarganya wajib memberitahukan kepada MPD Notaris paling lambat 7 (tujuh) hari kerja. Apabila Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia. Pejabat Sementara Notaris tersebut menyerahkan protokol Notaris dari Notaris yang meninggal dunia kepada MPD paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia. Dalam hal notaris meninggal dunia, maka protokol Notaris tersebut akan diserahkan kepada notaris lain, penyerahan protokol dalam hal Notaris meninggal dunia, dilakukan oleh ahli waris notaris kepada notaris lain yang ditunjuk oleh MPD. Protokol notaris diserahkan untuk menjaga kerahasiaan isi akta dan eksistensinya, sehingga apabila suatu saat dibutuhkan guna suatu keperluan dapat mudah dicari dan ditemukan aktanya. Pasal 64 ayat (1) UUJN, MPD menunjuk notaris yang menerima protokol notaris. Notaris yang menerima protokol memiliki kewenangan sesuai dengan Pasal 64 ayat (2) UUJN, serta memiliki tanggung jawab untuk menyimpan protokol dengan baik. Dengan 28 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 adanya peralihan protokol tersebut, muncul kemungkinan akan timbulnya gugatan atau permasalahan berkaitan dengan akta protokol notaris yang berada dalam penyimpanannya. Sehingga diperlukan perlindungan hukum terhadap notaris penerima protokol yang ditunjuk oleh MPD untuk menyimpan protokol notaris yang telah meninggal dunia. Berdasarkan penjelasan dan deskripsi yang disampaikan narasumber diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa seorang notaris harus menjalankan jabatannya sesuai dengan norma-norma, nilai-nilai dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga hukum dapat bekerja dalam masyarakat. Sehingga tercapai kepastian hukum serta memberikan kebahagiaan/kemanfaatan, dan keadilan bagi seluruh masyarakat tanpa memihak. Menyimpan minuta akta merupakan kewajiban seorang notaris, notaris harus menyimpan sendiri protokol notaris dan tidak membiarkan protokol notaris dipegang oleh pihak-pihak lain. Hal ini karena protokol notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris. Namun yang menjadi persoalan adalah ketika seorang notaris telah meninggal dunia dan protokolnya dialihkan kepada notaris lain, kemudian muncul sengketa yang berkaitan dengan akta tersebut. Notaris pembuat akta yang telah meninggal dunia tentunya tidak dapat diminta keterangan atas akta yang dibuatnya, ia juga tidak dapat dimintakan ganti rugi apabila ada timbul kesalahan atas akta yang dibuatnya. Notaris penerima protokol pun tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas akta yang tidak dibuatnya, ia hanya memiliki kewajiban untuk memberikan keterangan. Kewajiban ini beralih kepada notaris yang menerima protokol serta pihak-pihak yang dijadikan saksi dalam akta tersebut. Notaris penerima protokol tetap akan dipanggil untuk diminta keterangan apabila terdapat permasalahan terkait protokol yang ada dalam penguasaannya, karena merupakan salahsatu tanggungjawab penerima protokol notaris. Walaupun dalam kenyataannya notaris penerima protokol tidak tahu-menahu mengenai akta tersebut, tetap saja pihak yang berwenang akan memanggil notaris penerima protokol untuk diminta keterangan. Notaris penerima protokol harus menghadapi panggilan tersebut. Disinilah muncul peranan MKN untuk memberikan perlindungan berupa ijin pemeriksaan ataupun penyidikan oleh pihak 29 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 yang berwenang. Serta adanya peranan INI dalam mencegah terjadinya pelanggaran dalam pembuatan akta oleh notaris berupa pengayoman kepada seluruh anggota notaris. 4 Pentingnya peranan MKN dalam memberikan suatu perlindungan hukum bagi notaris terkait pertanggungjawaban notaris secara perdata merupakan suatu lembaga yang bersifat independen. MKN dalam menjalankan kewenangannya mengeluarkan suatu keputusan tidak dipengaruhi oleh pihak atau lembaga lainnya, sehingga dalam hal ini keputusan yang dihasilkan oleh MKN tidak dapat diganggu gugat. Berdasarkan hal-hal diatas maka dapat diketahui bahwa perlindungan hukum bagi notaris terhadap akta-akta yang ada dalam penyimpanannya terkait pertanggungjawaban notaris penerima protokol bukan merupakan tanggungjawab secara perdata. Namun pemanggilan notaris penerima protokol oleh penyidik, penuntut umum dan hakim terkait protokol yang ada dalam penguasaannya harus tetap dilakukan dengan mendapatkan persetujuan MKN. 1. Tanggung Jawab Notaris Penerima Protokol Atas Protokol Notaris Yang Diberikan Kepadanya Tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab profesi Notaris itu sendiri yang berhubungan dengan akta, diantaranya: Pertama, Tanggung jawab Notaris secara perdata atas akta yang dibuatnya. Tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam konstruksi perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat aktif maupun pasif. Aktif artinya melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif yaitu tidak melakukan perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian. Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum disini yaitu adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan. Kedua, tanggung jawab notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya. Pidana dalam hal ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang notaris dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta, bukan dalam konteks individu sebagai warga negara pada umumnya. Ketiga, tanggung jawab notaris secara administrasi atas akta yang dibuatnya. Sanksi administrasi bedasarkan UUJN menyebutkan ada 5 (lima) jenis sanksi administrasi yang diberikan apabila seorang Notaris melanggar, 4 Kutipan wawancara dengan Hardhini Ambarwati, S.H., M.H dan Sri Waryani, B.Sc., S.H selaku MPD Jawa Tengah 30 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 yaitu: peringatan lisan; peringatan tertulis; pemberhentian sementara; pemberhentian dengan hormat; dan pemberhentian dengan tidak hormat. Maka dari itu kewajiban notaris dalam bidang administrasi adalah menyimpan dan memelihara segala dokumen termasuk diantaranya kumpulan akta dan berbagai dokumen lainnya yang biasa dikenal dengan protokol notaris. Protokol notaris merupakan salah satu arsip negara, maka dari itu protokol notaris harus diperlakukan layaknya dokumen negara yang harus disimpan dan dijaga agar tetap otentik. Dengan demikian protokol notaris sebagai kumpulan dokumen harus selalu disimpan dan dipelihara dalam keadaan apapun meskipun notaris pemilik protokol tengah cuti maupun meninggal dunia. Penjelasan Pasal 62 UUJN, menyebutkan bahwa Protokol Notaris terdiri atas: a. Minuta Akta; merupakan asli akta notaris, dimana di dalam minuta akta ini terdiri dari (dilekatkan) data-data diri para penghadap dan dokumen lain yang diperlukan untuk pembuatan akta tersebut. Setiap bulannya minuta akta harus selalu dijilid menjadi satu buku yang memuat tidak lebih dari 50 akta. Pada sampul setiap buku tersebut dicatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya. b. Buku daftar akta atau Repertorium; dalam Repertorium ini, setiap hari notaris mencatat semua akta yang dibuat oleh atau dihadapannya baik dalam bentuk minuta akta maupun Originali dengan mencantumkan nomor urut, nomor bulanan, tanggal, sifat akta dan nama para penghadap. Buku daftar akta di bawah tangan yang penandatanganannya dilakukan di hadapan Notaris atau akta di bawah tangan yang didaftar; Notaris wajib mencatat surat-surat di bawah tangan, baik yang disahkan maupun yang dibukukan dengan mencantumkan nomor urut, tanggal, sifat surat dan nama semua pihak. c. Buku daftar nama penghadap atau Klapper; notaris wajib membuat daftar Klapper yang disusun menurut abjad dan dikerjakan setiap bulan, dimana dicantumkan nama semua orang/pihak yang menghadap, sifat dan nomor akta. d. Buku daftar protes; bahwa setiap bulan notaris menyampaikan Daftar Akta Protes dan apabila tidak ada, maka tetap wajib dibuat dengan tulisan “NIHIL”. e. Buku daftar wasiat; notaris wajib mencatat akta-akta wasiat yang dibuatnya dalam Buku Daftar Wasiat. Selain itu, paling lambat pada tanggal 5 setiap bulannya, notaris wajib membuat dan melaporkan daftar wasiat atas wasiat-wasiat yang dibuat pada 31 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 bulan sebelumnya. Apabila tidak ada wasiat yang dibuat, maka Buku Daftar Wasiat tetap harus dibuat dan dilaporkan dengan tulisan “NIHIL”. f. Buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan salah satunya adalah Buku Daftar Perseroan Terbatas, yang mencatat kapan pendiriannya dan dengan akta nomor dan tanggal berapa, adanya perubahan Anggaran Dasar atau perubahan susunan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris atau Pemegang Sahamnya. Ketika seorang notaris sudah tidak menjabat, diakarenakan batas umur pensiun atau permintaan sendiri maka MPD akan mengetahui dan secara langsung membantu pengurusan protokol notaris. Namun apabila notaris meninggal dunia, keluarga harus membantu pengurusannya. Dalam hal notaris meninggal dunia, maka Protokol Notaris akan diserahkan oleh ahli warisnya kepada notaris lain yang ditunjuk MPD. Demikian menurut ketentuan Pasal 63 ayat (2) UUJN: “Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh ahli waris Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah.” UUJN juga mengatur bahwa jika notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, tugas jabatan notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal notaris meninggal dunia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 35 ayat (3) UUJN: “Apabila notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal notaris meninggal dunia.” Pejabat Sementara Notaris wajib menyerahkan Protokol Notaris dari Notaris yang meninggal dunia kepada MPD paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal notaris meninggal dunia sesuai dengan Pasal 35 ayat (4), Pejabat Sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris dari Notaris yang meninggal dunia kepada MPD paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal notaris meninggal dunia. Keluarga wajib memberitahukan kepada MPD Notaris paling lambat 7 (tujuh) hari kerja. Apabila notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, tugas jabatan notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal notaris meninggal dunia. Pejabat 32 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 Sementara Notaris tersebut menyerahkan protokol notaris dari notaris yang meninggal dunia kepada MPD paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal notaris meninggal dunia. Dalam hal notaris meninggal dunia, maka protokol notaris tersebut akan diserahkan kepada notaris lain yang akan menggantikannya. Penyerahan protokol dalam hal notaris meninggal dunia, dilakukan oleh ahli waris notaris kepada notaris lain yang ditunjuk oleh MPD sesuai dengan Pasal 63 ayat (2) UUJN. Ahli waris dapat menunjuk notaris yang akan menerima protokol notaris, apabila notaris yang ditujuk tidak bersediaa menerima maka dapat menunjuk notaris lain. Namun apabila sulit menemukan notaris yang bersedia, maka penunjukan akan dilakukan oleh Ketua Pengawas Daerah dengan kordinasi MPD dan DKD. Dapat kita lihat bahwa notaris lain yang akan menerima protokol notaris yang telah meninggal dunia adalah notaris yang ditunjuk oleh Pengawas Derah dengan kordinasi MPD dan DKD. Pertimbangan yang dilakukan MPD untuk menujuk seorang notaris yang menerima protokol adalah adanya ketersediaan tempat untuk menyimpan protokol notaris, umur notaris yang masih produktif serta tanggung jawab seorang notaris yang baik.5Penyerahan protokol notaris tersebut dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan protokol notaris. Berita acara tersebut ditandatangani oleh yang menyerahkan yaitu perwakilan dari MPD dan notaris yang ditunjuk sebagai penerima protokol notaris berdasarkan Pasal 63 ayat (1) UUJN. Adapun dokumen yang diserahkan mencakup seluruh minuta akta notaris beserta kelengkapannya sesuai peraturan perundang-undangan serta dokumen-dokumen lain yang masih dalam proses oleh notaris yang bersangkutan.6 MPD pada dasarnya menunjuk notaris yang masih aktif untuk menyimpan protokol dari notaris yang telah meninggal dunia, namun dalam kenyataannya banyak notaris yang enggan menerimanya. Terkadang notaris tersebut enggan menerima dengan alasan kurangnya tempat yang memadai untuk menyimpan protokol dari notaris lain, terlebih apabila notaris yang meninggal dunia telah menjabat untuk waktu yang lama dan memiliki banyak protokol.7 Pada dasarnya seorang notaris yang ditunjuk untuk 5 Hasil wawancara dengan Hardhini Ambarwati, S.H., M.H selaku MPD Jawa Tengah Hasil wawancara dengan Notaris Dahniarti Hasana, S.H., M.Kn. selaku Sekretaris Pengawas Daerah Kabupaten Semarang 7 Kutipan wawancara dengan Sri Waryani, B.Sc., S.H selaku MPD Jawa Tengah 6 33 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 menerima protokol notaris lain tidak boleh menolak, karena ketersediaan tempat merupakan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh seorang notaris. Seorang notaris memiliki kewajiban untuk menandatangani surat peryataan saat dilakukan pengangkatan sebagai notaris berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf (m) Peraturan Menteri Nomor 62 Tahun 2016. Surat tersebut berisi penyataan bahwa ia bersedia untuk menerima protokol notaris lain apabila diperlukan, namun tetap saja ada notaris yang menolak menerima protokol notaris lain.8 Dalam hal ahli waris menunjuk notaris penerima protokol, ketersediaan tempat penyimpanan atas protokol tersebut menjadi tanggungjawab dari ahli waris tersebut. Hal ini merupakan salahsatu tanggungjawab pemberi protokol yang harus disadari, bahwa ketersediaan tempat sangatlah penting untuk menunjang penyimpanan atas protokol notaris terlebih lagi apabila jumlah protokol tersebut sangatlah banyak. Ahli waris sebagai pemberi protokol dalam hal notaris meninggal dunia harus mengetahu dan menyadari hal-hal apa saja yang menjadi kewajibannya sebagai ahli waris dari seorang notaris. Dalam praktiknya, masih banyak ahli waris yang tidak mengetahui kewajibankewajibannya tersebut, salahsatunya mengenai penyediaan tempat ini serta berkaitan dengan hutang dan kewajiban notaris yang diwariskan kepada para ahli warisnya. 9 Notaris yang telah menerima protokol tersebut bertanggung jawab untuk memelihara protokol notaris yang dialihkan kepadanya. Ia juga berwenang mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta sebagaimana diatur didalam ketentuan Pasal 64 ayat (2) UUJN. Notaris penerima protokol berkewajiban merawat protokol notaris yang dilimpahkan kepadanya selayaknya protokol sendiri, sehingga dibutuhkan tempat yang memadai serta administrasi yang baik agar akta yang ada padanya tersusun dengan rapi dan dapat dengan mudah dicari ketika dibutuhkan. 2. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Penerima Protokol Dalam Hal Terjadi Pelanggaran Akta Notaris Oleh Notaris Pemberi Protokol Yang Telah Meninggal Dunia Akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dalam gugatan perkara perdata, namun apabila melanggar ketentuan tertentu, akan terdegradasi nilai pembuktiannya menjadi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah 8 Kutipan wawancara dengan Notaris Suyanto, S.H., selaku MPD dan penerima protokol notaris Kutipan wawancara dengan Notaris Dahniarti Hasana, S.H., M.Kn. selaku Sekretaris Pengawas Daerah Kabupaten Semarang 9 34 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 tangan. Notaris yang terbukti melakukan kesalahan sehingga mengakibatkan akta yang dibuatnya hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum akan menimbulkan kerugian bagi pihak klien atau pihak lainnya. Oleh karena itu, notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kesalahannya tersebut dan diwajibkan memberikan ganti rugi, biaya, dan bunga kepada para pihak yang menderita kerugian. Menurut teori dari Robert B. Seidman dan William J. Chambliss tentang sistem bekerjanya hukum di masyarakat, pada waktu notaris menjalankan tugas jabatannya di bidang kenotariatan, kedudukan notaris sebagai pelaksana hukum, sedangkan pada waktu notaris dikenakan tanggung gugat, kedudukan notaris sebagai yang dikenakan hukum berhadapan dengan penerap sanksi. Kekuatan yang melekat pada akta otentik yaitu sempurna (volledig bewijskracht) dan mengikat (bindende bewijskracht), yang berarti apabila alat bukti berupa akta otentik diajukan memenuhi syarat formil dan materil dan bukti lawan yang dikemukakan tergugat tidak mengurangi keberadaanya, pada dirinya sekaligus melekat kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat (volledig en bindende bewijskracht). Dengan demikian kebenaran isi dan pernyataan yang tercantum didalamnya menjadi sempurna dan mengikat kepada para pihak mengenai apa yang disebut dalam akta. Sempurna dan mengikat pula kepada hakim sehingga hakim harus menjadikannya sebagai dasar fakta yang sempurna dan cukup untuk mengambil putusan atas penyelesaian perkara yang disengketakan.(Chrstin Sasauw, 2015) Bukan tidak mungkin seorang notaris dapat melakukan kesalahan yang mengakibatkan pelanggaran jabatannya. Terkait dengan kesalahan notaris, maka yang digunakan adalah beroepsfout. Beroepsfout merupakan istilah khusus yang ditujukan terhadap kesalahan, kesalahan tersebut dilakukan oleh para profesional dengan jabatan-jabatan khusus. Kesalahan-kesalahan tersebut dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan. Namun istilah kesalahan dalam hal ini sifatnya objektif dalam pengertian istilah kesalahan ini dalam konteks beroepsfout ditujukan kepada para profesional dalam menjalankan jabatannya. Untuk mengkaji pengertian kesalahan pada beroepsfout dapat mengacu pada definisi kesalahan pada umumnya, khususnya dalam hukum pidana. Disamping pengertian kesalahan objektif, juga terdapat persyaratan secara khusus untuk dapat mendalilkan, bahwa notaris telah bersalah dalam menjalankan jabatannya. Definisi kesalahan secara umum dapat ditemukan dalam bidang hukum pidana. Dalam hukum pidana, seseorang yang dinyatakan 35 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 bersalah harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: (E.Y Kanter dan S.R. Sianturi, 1982) mampu bertanggung jawab; sengaja atau alpa; tidak ada alasan pemaaf. Seorang notaris tidak hanya mendapat pengetahuan secara teoritis, tetapi juga secara praktis dengan kemampuan teknis maupun teoritis tersebut, maka seorang notaris dipastikan memiliki kemampuan, bahkan sudah seharusnya bagi notaris untuk mengerti sendiri nilai dan akibat-akibat dari pembuatan akta. Demikian juga dengan adanya bekal tersebut di atas notaris juga dianggap mampu untuk menyadari bahwa perbuatan itu menurut pandangan masyarakat tidak diperbolehkan. Mampu atau tidaknya seseorang untuk menentukan niat dalam melakukan perbuatan itu dapat dipengaruhi oleh faktor usia, misalnya usia yang belum dewasa, keadaan orang tersebut ditaruh di bawah pengampuan, atau karena ada tekanan yang berasal dari luar dirinya, ia dalam keadaan terpaksa dan tidak mungkin berbuat lain. (Moeljatno, 1993) Hal ini selaras dengan pendapat Koeswadji, bahwa akibat suatu kesalahan dalam menjalankan tugas jabatannya, notaris dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan onvoldoende kennis, kekurangan pengalaman onvoldoende ervaring dan kekurangan pengertian onvoldoende inzicht.(Nico, 2003) Pada dasarnya, menyimpan minuta akta itu adalah kewajiban seorang otaris, sehingga notaris seharusnya menyimpan sendiri protokol notaris (yang berisi minuta akta) dan tidak membiarkan protokol notaris dipegang oleh pegawainya. Ini karena protokol notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris. Namun yang menjadi persoalan adalah ketika seorang notaris meninggal dunia dan protokolnya dialihkan kepada notaris lain, bagaimana apabila muncul sengketa yang melibatkan akta tersebut. Salahsatu alasan seorang notaris tidak mau menerima protokol dari notaris lain adalah karena mereka merasa “direpotkan”. Terlebih jika diketahui bahwa notaris yang telah meninggal dunia tersebut adalah seorang notaris yang terkesan kurang teliti, kurang hati-hati dan dicap bermasalah oleh notaris lain. Mereka enggan menerima protokolnya karena takut akan banyak terjadi sengketa atau muncul permasalahan atas akta-akta tersebut, sehingga pada akhinya mereka sebagai notaris penerima protokol akan direpotkan dengan kepentingan penyelidikan, penyidikan, walaupun hanya diminta keterangan sebagai saksi. 36 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 Pada praktiknya permasalahan mengenai degradasi akta otentik dapat terjadi karena kelalaian dan/atau kurang ketelitian, terdapat kecerobohan seorang notaris sehingga mengakibatkan akta yang dibuatnya mengalami degradasi kekuatan pembuktian atau batal demi hukum.10 Permasalahan hukum tersebut dapat muncul pada saat itu, atau dapat muncul setelah beberapa tahun kemudian saat minuta akta telah disimpan dalam protokol notaris lain. Maka dari itu, banyak notaris yang cenderung takut untuk menerima protokol dari notaris lain terlebih notaris tersebut telah meninggal dunia. Ketika seorang notaris tidak menjabat lagi bukan dikarenakan meninggal dunia tentunya masih dapat diminta keterangan atas akta yang dibuatnya, karena hukum perdata dan hukum pidana tidak mengenal batas umur asalkan orang tersebut dirasa mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun apabila seorang notaris tidak menjabat lagi dikarenakan meninggal dunia, maka seorang notaris yang menerima protokolnya harus mau dimintai keterangan, walaupun bukan dia notaris yang membuat akta. Notaris penerima protokol hanya diminta keterangan sesuai jabatannya sebagai notaris penerima protokol dari notaris yang telah meninggal dunia. Berdasarkan Pasal 65 UUJN, seorang Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris. Berdasarkan ketentuan ini, maka seorang notaris penerima protokol tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas akta yang tidak dibuatnya. Tanggungjawab seorang Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris sebagai pembuat akta melekat pada dirinya sendiri. Notaris yang melanggar ketentuan mengenai administrasi pencatatan protokol notaris sebagaimana diuraikan dalam Pasal 58 dan Pasal 59 UUJN dapat dikenai sanksi berupa: peringatan tertulis; pemberhentian sementara; pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian dengan tidak hormat. Namun menjadi hal yang sulit apabila notaris yang melakukan pelanggaran adalah notaris yang telah meninggal dunia. Notaris pembuat akta tidak dapat diminta keterangan atas akta yang dibuatnya, tentunya tidak dapat dimintakan ganti rugi 10 Kutipan wawancara dengan Notaris Suyanto, S.H., selaku notaris, Majelis Pengawas Daerah dan penerima protokol notaris 37 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 apabila ada timbul kesalahan atas akta yang dibuatnya. Sehingga kewajiban untuk memberikan keterangan itu beralih kepada notaris yang menerima protokol serta pihak-pihak yang dijadikan saksi dalam akta tersebut. Notaris penerima protokol tetap akan dipanggil untuk diminta keterangan apabila terdapat permasalahan terkait protokol yang ada dalam penguasaannya, hal ini merupakan salahsatu tanggungjawab penerima protokol notaris.11 Permasalahan hukum seperti yang telah diuraikan di atas memungkinkan notaris berurusan dengan pertanggungjawaban secara hukum secara perdata. Pemanggilan notaris penerima protokol oleh penyidik, penuntut umum, maupun hakim untuk hadir dalam pemeriksaan suatu perkara perdata harus memerlukan persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris, karena pada saat ini MKN merupakan lembaga perlindungan hukum bagi notaris ketika ada seorang notaris yang diduga melakukan kesalahan atau pelanggaran dalam hal pembuatan akta. Dengan demikian akan lebih terjamin apabila segala tindakan pemanggilan, pemeriksaan dan penahanan itu dilakukan setelah ada izin dari organisasi profesi yang memeriksanya terlebih dahulu, sehingga pada akhirnya akan tercipta kepastian hukum bagi masyarakat sesuai asas kepercayaan yang mendasari wewenang notaris. Kedudukan MKN dalam memberikan suatu perlindungan hukum bagi notaris terkait pertanggungjawaban notaris secara perdata merupakan suatu lembaga yang bersifat independen, karena dalam hal ini keberadaan MKN tidak merupakan sub bagian dari pemerintah yang mengangkatnya. MKN dalam menjalankan kewenangannya mengeluarkan suatu keputusan tidak dipengaruhi oleh pihak atau lembaga lainnya, sehingga dalam hal ini keputusan yang dihasilkan oleh MKN ini tidak dapat diganggu gugat. Berdasarkan hal-hal diatas maka dapat diketahui bahwa perlindungan hukum bagi notaris terhadap akta-akta yang ada dalam penyimpanannya terkait pertanggungjawaban notaris penerima protokol bukan merupakan tanggungjawab secara perdata. Namun pemanggilan notaris penerima protokol oleh penyidik, penuntut umum dan hakim terkait protokol yang ada dalam penguasaannya harus tetap dilakukan dengan mendapatkan persetujuan MKN. 11 Kutipan hasil wawancara dengan Notaris Zulaicha, SH, M.Kn selaku notaris dan Sekretariat Ikatan Notaris Indonesia 38 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 Seorang notaris mungkin saja melakukan kesalahan yang mengakibatkan pelanggaran, namun perlu dilihat kembali apakah munculnya kesalahan yang mengakibatkan pelanggaran tersebut didasari dengan niat atau tanpa kesengajaan. Jika seorang notaris yang masih aktif menjabat diawasi terus-menerus melakukan pelanggaran maka dilakukan penindakan. Untuk ini notaris yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku dengan melihat pelanggaran yang dilakukannya. UUJN menyebutkan bahwa sanksi yang paling ringan adalah teguran lisan. Sanksi kedua adalah teguran tertulis, dan yang ketiga, sanksinya adalah pemberhentian sementara maksimal 6 (enam) bulan. Sanksi yang terakhir adalah pemecatan terhadap jabatannya baik dengan hormat atau tidak hormat (Pasal 85 UUJN). Dengan demikian perlu adanya suatu pengawasan dan pembinaan yang terus menerus terhadap para notaris didalam menjalankan dan melaksanakan tugas dan jabatan. Tujuan pengawasan terhadap notaris adalah agar para notaris sebanyak mungkin memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang, demi untuk pengamanan dari kepentingan masyarakat umum yang dilayani. Mekanisme pengawasan ekternal dijalankan dalam hal ini menurut UUJN, maka pengawasan notaris dilakukan oleh menteri, dan dalam pelaksanaan pengawasan, menteri membentuk majelis pengawas. Menurut Winanto Wiryomartani, S.H., M.H., notaris senior yang juga anggota Majelis Pengawas Pusat Notaris, notaris adalah pejabat umum untuk melayani masyarakat. Jadi, dalam rangka pembuatan akta otentik oleh notaris, masyarakat wajib dilindungi. Untuk itulah tujuan diciptakan majelis pengawas yang berfungsi melindungi masyarakat jika terjadi "malpraktek" oleh notaris. Pengawasan ini tujuannya adalah pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran yang merugikan masyarakat.12 D. Simpulan Tanggung jawab notaris penerima dan penyimpan protokol notaris adalah menerima dan menyimpan protokol notaris di tempat yang baik, aman dan menyusunnya secara rapi dalam tempat penyimpanan. Tujuannya adalah untuk memudahkan notaris mencari jika suatu saat dibutuhkan, membuat salinan protokol notaris (disebut dengan copy collection) yang 12 Dikutip dari artikel berjudul "Sudah Pindah, Tapi Masih Pasang Papan Nama", Media Notaris, 21 Mei 2012 39 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 diminta para pihak atau yang berkepentingan, membuatkan kutipan, membuatkan grosse akta. Notaris penerima dan penyimpan protokol notaris tidak bertanggung jawab atas substansi atau isi akta atas protokol yang diterimanya. Notaris penerima dan penyimpan protokol notaris melayani panggilan dari pihak kepolisian maupun pengadilan adanya sengketa para pihak terkait dengan minuta akta yang menjadi bagian dari protokol yang berada dalam penyimpanannya dengan adanya persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris dapat ditafsirkan pada isi Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris mengatur bahwa untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris terlebih dahulu. Perlindungan Hukum juga diberikan dari Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai wadah organisasi bagi Notaris dengan adanya bidang pengayom yang turut memberikan saran dan konsultasi hukum bagi notaris. Berkaitan hal tersebut diatas maka sebaiknya dimasa yang akan datang penyimpanan minuta akta selain dalam bentuk jilid akta juga dalam bentuk soft copy agar penyimpanan minuta-minuta akta lebih praktis dan efisien tempat. Perlu dibuat peraturan perundangundangan yang khusus mengatur tentang Kearsipan Protokol Notaris sehingga adanya kepastian hukum bagi notaris dalam menyimpan dan memelihara protokol notaris. Notaris, notaris pengganti, pejabat sementara notaris dan Majelis Pengawas Daerah wajib menyimpan dan memelihara protokol notaris tersebut dengan baik. Selain itu, seorang notaris juga wajib memberi pemahaman kepada keluarganya atau ahli warisnya, bahwa warisan yang ditinggalkan bukan hanya berupa harta tetapi berkenaan dengan hutang dan kewajiban atas tugas-tugasnya sebagai notaris. Notaris, Notaris Pengganti, Pejabat Sementara Notaris, Notaris pemegang protokol dan MPD dalam menjalankan tugas jabatannya wajib menyimpan dan memelihara protokol notaris tanpa batas waktu sepanjang protokol notaris tersebut dibutuhkan oleh klien atau pihak-pihak yang terkait dan/atau sampai adanya pengaturan tentang batas waktu penyimpanan protokol notaris. Protokol Notaris merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris. Namun demikian pengaturan kearsipan tidak mengatur protokol notaris sebagaimana ketentuan dalam UUJN meskipun protokol notaris sebagai arsip negara. Protokol notaris sebagai arsip negara tidak pula diatur secara detail dalam UUJN misalnya tekait dengan kebijakan, pembinaan, dan pengelolaan protokol notaris. Hal 40 NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1 (2019) ISSN: 2086-1702 ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi notaris dalam menyimpan dan memelihara protokol notaris. Selain itu untuk menjamin protokol notaris sebagai alat bukti dari perbuatan hukum masyarakat atau klien maka usaha untuk menyimpan dan memelihara protokol notaris merupakan pertanggungjawaban notaris, notaris pengganti, pejabat sementara notaris dan Majelis Pengawas Daerah kepada negara dan masyarakat dalam pelaksanaan tugas jabatannya. DAFTAR PUSTAKA Chrstin Sasauw. (2015). Tinjauan Yuridis Tentang Kekuatan Mengikat Suatu AKta Notaris. Jurnal Lex Privatum, Vol III No, 100. E.Y Kanter dan S.R. Sianturi. (1982). Asas - Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Alumni. Habib Adjie. (2008). Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung. Moeljatno. (1993). Asas - Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. Nico. (2003). Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum. Yogyakarta. Rulam Ahmadi. (229AD). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruz Media. Soekanto, S. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Pres. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suratman dan Phillips Dillah. (2014). Metode Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta. 41